Hari itu Selasa, sekitar jam 1 siang, anak bungsu saya (Adik, 6 th, kelas 1 SD), pulang ke rumah dalam keadaan menangis digendong oleh ayah. Ada apa? tanya saya, anak kecil saya itu hanya menangis dan kemudian pindah ke gendongan saya, karena ayahnya harus kembali ke kantor untuk bekerja, Saya belum sempat bicara banyak dengan ayahnya.
Setelah tenang dan tangisnya reda, serta berganti baju, Ia bercerita pada saya, bahwa tadi di sekolah ia “dinakalin” oleh anak kelas V. Ia bercerita bahwa setelah shalat dzuhur, ketika akan keluar dari masjid, ia ditahan oleh seorang anak kelas V, dan kemudian anak itu melakukan gerakan seperti menodongkan senjata dengan menggunakan jarinya ke kepala Adik dan kemudian menyusuri motif tribal dipotongan rambut Adik dengan jari telunjuknya, sementara kemudian ada satu anak lagi berdiri dibelakang Adik sambil melakukan gerakan seperti memukul-mukul gendang ke kepala Adik, meskipun tidak kena kepala. Ketika Adik akan memalingkan wajahnya untuk menghindar, salah satu dari keduanya melarang dengan menahan wajah Adik agar ia tidak berpaling. Yang dilakukan anak saya hanya diam berdiri menundukkan wajahnya, sambil menahan tangis karena ketakutan. Setelah keluar dari masjid ia berjalan ke arah mobil yang terparkir tidak jauh dari situ dimana ayah menunggu disana. Sesampainya di mobil, barulah tangisnya meledak, hingga ia sampai digendongan saya di rumah.
Kejadian ini terlihat oleh ayah yang memang sudah menunggu tidak jauh dari masjid, dari sejak Adik wudlu. Semula ayah tidak mau ikut campur, dan ingin melihat reaksi Adik, jika ia bisa mengatasi dan baik-baik saja, ayah tidak akan melakukan apapun, tetapi demi melihat anak kami menahan tangis sejak di masjid dan kemudian meledak di mobil, ayahpun turun dan menegur kedua anak tadi. Ayah bilang pada mereka, “kalau mau bercanda seperti itu, bercanda dengan teman seusia dan jangan dengan anak kelas satu, kalau terjadi sesuatu pada anak saya, saya sudah menandai kalian”. Ibu Guru kelas V yang kemudian datang mengajak ayah untuk meluruskan masalah tersebut dengan melakukan rapat, tapi ayah menolak karena harus kembali ke kantor dan Adik masih menangis di mobil.
Tidak lama setelah ayah mengantar Adik ke rumah dan kembali ke kantor, guru kelas 1 (wali kelas Adik) menelepon dan menanyakan keadaan Adik kepada saya, saya katakan bahwa ia baru saja tenang dan berhenti menangis, Ibu guru meminta maaf, menjelaskan sekaligus bertanya tentang kejadiannya menurut versi Adik dari saya, dan kemudian meminta bicara dengannya, dan Ayah, tetapi karena ayah sudah berangkat kerja lagi, ibu guru tidak bisa bicara dengan Ayah. Agak Sore, Pak satpam sekolah meminta no telepon Ayah dan saya berikan. Sore itu di rumah, saya bicara dengan kedua anak saya , (Adik, dan kakaknya, siswa kelas IV) bahwa apa yang dilakukan anak kelas V itu tidak baik, jika ia memang tertarik dengan motif tribal dipotongan rambut Adik serta ingin menyentuhnya, ia harus meminta ijin dulu kepada Adik. Itu yang namanya menghargai orang lain, dan menghormati tubuh orang lain, karena kita tidak bisa seenaknya menyentuh bagian tubuh orang tanpa ijin. Jika Adik mengijinkan kakak kelas V itu menyentuh rambut dan kepala Adik, baru ia bisa melakukannya, tetapi kalau Adik tidak mengijinkan, maka ia tidak boleh menyentuh Adik. Kepada Kakak saya katakan, sebagai kakak ia harus belajar untuk melindungi adiknya, untuk itulah mereka saya sekolahkan di sekolah yang sama agar bisa saling menjaga. Anak-anak mengerti, dan Adik sudah lebih tenang. Ia pun tetap bersedia berangkat sekolah besok (saya bersyukur, karena dibalik tubuhnya yang kecil, ia ternyata cukup mampu menghadapi masalah ini, karena terus terang saja, saya, ayah, dan ibu gurunya pun mengkhawatirkan Adik akan mogok dan menolak sekolah besok karena kejadian ini. Alhamdulillaah…)
Rabu pagi sekitar jam 6, Ibu guru kelas I menelepon jika memungkinkan ingin bicara dengan Ayah, karena siswa kelas V yang kemarin ditegur ayah, juga menangis dan orang tuanya tidak terima serta meminta penjelasan. Ayah bersedia menemui pada saat menjemput anak-anak. Pertemuan pertama ayah hanya bertemu dengan wali kelas Adik dan kepala sekolah. Lucunya, respon yang disampaikan pihak sekolah untuk masalah ini adalah Adik harus merapikan rambutnya, dan menghilangkan motif tribal dipotongan rambutnya. Hiks! secara pribadi buat saya, opsi ini sangat tidak elegan dan tidak nyambung. Masalahnya ada di orang lain, kok malah rambut Adik yang dipersoalkan. Whatever lah!
Sorenya, pihak sekolah kembali menelepon, mengatakan bahwa orang tua anak kelas V yang kemarin membully Adik ingin melakukan ishlah. Ayahpun kembali ke sekolah dan menemui kedua orang tua tadi, ada kepala sekolah juga, serta salah seorang guru olah raga. Lucunya lagi, ketika ayah datang, (orang tua kelas V ini datang dengan mobil mewahnya…sementara ayah yang cuek datang dengan vespa bututnya), membuka pembicaraan dengan membawa-bawa UU perlindungan anak…bla..bla..bla…dan menyatakan bahwa teguran yang diberikan ayah pada anaknya telah membuat anaknya ketakutan…(haloooo…lalu apa yang dilakukan anaknya terlebih dahulu pada anak kecil saya? please deh…). Ayah pun menjelaskan kejadian yang memang disaksikannya, dan mengapa ayah bereaksi demikian pada anak kelas V tersebut. Lucunya lagi, pada akhirnya ayah si anak kelas V, malah mengatakan bahwa apa yang dilakukan anaknya pada Adik adalah karena dia tertarik dengan motif dipotongan rambut Adik yang unik (kok sekolah malah lain pendapatnya ya…hehehe) dan bahwa anaknya bukan anak nakal atau anak yang suka macam-macam….case closed! Ishlah pun tercapai. Anggap saja masalah ini selesai.
Tapi saya merasa ada yang salah dari peristiwa ini. Semula saya sendiri bingung dibagian mana salahnya. Ternyata kemudian, saya menyadari, yang mengusik pemikiran saya dari kejadian ini adalah, solusi atau problem solving yang diambil pihak sekolah. Kejadian seperti ini, sebetulnya pernah terjadi pada anak pertama saya. Ketika dia duduk kelas 2 dulu. Pernah terjadi saat shalat jum’at, sebagian anak-anak shalat sambil bercanda. Kemudian anak-anak yang bercanda ini, (anak pertama saya salah satu diantaranya), dihukum oleh gurunya dengan “dijitak” kepalanya oleh anak-anak lain seluruh jama’ah shalat jum’at yang tidak bercanda. (Whats?…keren kan hukumannya…hiks…hiks…hiks…)
Tentu saja hukuman ini menuai protes para orang tua dan hampir dibawa ke media, namun bisa diselesaikan dengan beberapa kemufakatan. Ini menariknya, solusi yang diambil sekolah setelah kejadian ini adalah…anak kelas 1-3 tidak diwajibkan shalat jum’at di sekolah, yang wajib shalat jum’at di sekolah hanya siswa kelas tinggi saja, karena takut tidak bisa diatur kalau anak-anak kelas rendah ikut shalat jum’at. See…dari dua kejadian ini, yang kebetulan anak saya ada didalamnya….pikiran saya kok terusik ya…pola problem solving sekolah, selalu kurang sophisticated …apa ya….tidak out of the box- lah, reaktif dan dangkal. Terkesan, penyelesaian yang diambil hanya bertujuan untuk menghindar agar tidak timbul masalah serupa dikemudian hari, dan bukan bagaimana mengelola atau mengajarkan anak-anak untuk tertib ketika shalat berjamaah dari mulai kecil (kelas 1), dan untuk belajar menghargai tubuh atau orang lain. Sepertinya pihak sekolah tidak ingin mendapat tambahan tugas untuk mengembangkan attitude atau sikap anak, baik ketika berhubungan dengan Tuhannya maupun ketika berada diantara sesama manusia. Entahlah. Wallahu’alam bishshawab.
Tulisan khusus yang secara spesifik membahas mengenai bullying silahkan cek di nsholihat.wordpress.com/ Bullying oh bullying.
woow .. sebuah fenomena yang unik .. ternyata memang kita sebagai org tua tidak dapat bisa mempercayai pihak sekolah sertaus persen terbukti dengan kejadian emi kejadian seperti cerita di atas. memang sangat disayangkan smua solusi yang diberikan pihak sekolah hanya sebatas tindakan preventif saja yanpa bisa mendidik anak sejak dini bagaimana tatakrama harus dilakukan apabila kita sedang bersosialisasi. sehingga terkesan soft kompetensi dari lulusan anak sekolah SD tidak begitu dianggap sepenting hard kompetensinya…
smoga dikemudian hari tidak terjadi lagi kejadian seperti ini dan diharapkan pihak sekolah untuk memberikan winwin solution yang mendidik dan bermanfaat untuk anak2 didiknya kelak..aamiin…
Terima kasih komentarnya…semoga bermanfaat dan memberi pencerahan kepada kita semua yang menginginkan perbaikan dalam sistem pendidikan di negara tercinta…